Label

Jumat, 16 Agustus 2013

Pelajaran Untuk Anak

Awal kisah ini bermula saat Dewi, adikku yang paling bungsu, akan mengerjakan tugas kelompok dengan teman-teman kampusnya di rumah. Dewi memang dikaruniai wajah yang cantik ditambah dengan dandanannya yang modis, sehingga tidak heran banyak teman-teman kampusnya yang naksir kepadanya, walaupun mereka tau kalau saat ini Dewi sudah memiliki pacar.

Hari itu aku yang sedang libur kerja bersantai-santai di rumah sambil bermain Handphone. Saat itu seluruh keluargaku, kecuali Dewi, sedang pergi ke Mal untuk membeli keperluan bulanan. Aku tidak berminat ikut dengan mereka karena sekarang sedang tanggal tua.

“Teh, Dewi keluar sebentar ya! Mau ke rumah teman dulu. Nanti kalau ada telepon dari teman Dewi yang namanya Benny, suruh langsung datang ke rumah aja. Dia mau ngerjain tugas kampus bareng Dewi…” kata Dewi yang sudah terlihat siap mau pergi.

“Ok deh adikku yang cantik…!” candaku.

“Makasih ya Teh…” jawab Dewi sambil tersenyum kemudian bergegas pergi.

Tidak lama setelah Dewi pergi, telepon rumah berdering. Ketika aku angkat ternyata dari salah satu teman Dewi yang bernama Benny. Sesuai pesan Dewi, maka aku menyuruh Benny untuk langsung datang saja ke rumah. Sekitar 20 menit kemudian, kudengar ada suara ketokan di pagar depan rumahku. Setelah aku membuka pintu rumah untuk melihat siapa yang datang, ternyata ada 3 orang anak muda sedang berdiri di depan pagar rumahku.

“Maaf, mau nyari siapa ya?” tanyaku.

“Saya Benny, temen kampusnya Dewi. Dewinya ada Kak?” jawab salah satu dari mereka.

Ternyata Benny tidak datang sendirian, melainkan dengan dua orang yang kemudian aku tau mereka juga teman kelompoknya Dewi.

“Dewi masih di rumah temannya. Tunggu di dalam aja yah, mungkin sebentar lagi Dewi pulang…” kataku mempersilahkan masuk.

“Makasih Kak…” sahut mereka hampir bersamaan.

“Dasar Dewi! Temannya kok cowok semua sih…” gumamku pelan saat mereka sedang membuka pintu pagar.

Setelah berkenalan, aku baru tau nama dua orang teman Dewi yang lain, yaitu Didit dan Erwin. Secara fisik, mereka berwajah biasa-biasa saja. Benny berkulit sawo matang, kurus, berambut cepak dan dekil. Sedangkan Didit dan Erwin tidak jauh berbeda dengan Benny, tapi mereka berkulit lebih hitam, keduanya berambut keriting. Menurutku mereka semua lebih mirip berandalan daripada mahasiswa. Walaupun aku tidak pilih-pilih dalam berteman, tapi aku jadi merasa risih dengan penampilan mereka.

“Kok Dewi mau sih berteman dengan mereka…” pikirku dalam hati.

Sekedar berbasa-basi, aku menemani mereka ngobrol di ruang tamu. Pada awalnya obrolan kami hanya di sekitar kegiatan kampus mereka saja. Hari itu aku memakai kaos longgar warna krem tanpa bra dengan bawahan celana pendek ketat warna putih. Selagi mengobrol, terkadang aku menangkap mata mereka melirik ke arah payudara dan pahaku. Tapi karena mereka adalah teman-teman adikku, maka aku berpikiran positif saja. Apalagi usia mereka juga baru 18 tahunan, jadi masih anak kecil menurutku.

“Kok kakak nggak ikut pergi sama keluarga? Gak bosen di rumah sedirian…?” tanya Erwin.

“Kakak lagi malas ikut. Lagian banyak godaan kalo liat barang-barang bagus. Kakak takut boros nih…” candaku.

“Emang Kak Tita ngapain aja kalo lagi sendirian gini? Nggak takut ada orang masuk apa? Untung aja kami dateng ya. Jadi bisa jagain Kak Tita deh…” kata Benny bercanda.

Aku menjawab dengan sedikit menggoda “Bener nih mau jagain kakak? Ya udah kalo gitu temenin kakak aja ya sampai Dewi pulang…”

Mereka pun malu-malu mendengar jawabanku, mungkin karena mereka melihat wajahku yang seperti cewek pendiam, namun ternyata bisa juga menggoda mereka. Setelah saling pandang sejenak, mereka bertiga akhirnya setuju untuk menemaniku sampai Dewi pulang. Mungkin tadinya mereka merasa sungkan berlama-lama karena Dewi tidak ada di rumah, namun pikiran mereka berubah setelah aku bersikap ramah.

Aku kemudian menyuguhkan minuman dan kue ringan untuk mereka. Aku sempat merasakan mata mereka sedang melihat ke arah payudaraku yang tidak terbungkus bra saat aku sedang menunduk untuk menaruh mimuman di atas meja. Apalagi kaos yang aku pakai saat itu longgar, sehingga pemandangan tersebut pasti membuat mereka menelan ludah. Tapi aku masa bodoh dengan hal tersebut.

Setelah lama berbincang, ternyata mereka semua orangnya ramah dan enak diajak ngobrol mulai dari topik yang ringan sampai obrolan-obrolan yang agak serius. Sambil makan dan minum kami mengobrol dan bercanda panjang lebar.

Sedang asyik-asyiknya mengobrol, aku mendengar bunyi SMS masuk ke HP-ku. Ternyata dari Dewi yang berisikan dia akan pulang sekitar 2 jam lagi, karena masih ada urusan dengan temannya. Setelah memberitahu ke Benny, Erwin dan Didit, ternyata mereka tidak keberatan untuk menunggu selama itu. Kemudian kami melanjutkan obrolan yang sempat terputus.

Di tengah obrolan Benny bertanya “Kalo kakak pacaran ngapain aja sih?”

“Kayak orang pacaran biasa aja. Paling nonton sama makan aja…” jawabku.

“Bukan itu maksud Benny Kak. Maksudnya sampai sejauh mana pacarannya?” tanya Benny lagi yang sepertinya belum puas dengan jawabanku barusan.

“Oh itu maksud kamu Ben? Kalau kakak sih pacarannya paling sampai sebatas ciuman aja. Hayoo pasti kamu udah mikir yang macam-macam ya!?” aku sengaja berkata seperti itu agar membuat mereka menjadi salah tingkah.

Benar saja seperti dugaanku tadi, begitu mendengar jawabanku barusan wajah mereka pun mulai memerah karena malu. Kemudian karena takut aku marah akibat pertanyaan Benny tadi, mereka semua hanya tertunduk tanpa berani berbicara sepatah kata pun. Suasana ruangan yang tadinya ramai oleh obrolan kami berempat mendadak menjadi sepi.

“Kak Tita, bosen nih ngobrol sambil makan doang. Boleh nonton DVD nggak? Kebetulan Didit bawa Film bagus neh…” kata Didit memecah kesunyian.

“Boleh aja…! Kakak juga suka nonton Film. Yuk kita nonton di ruang tengah…” kataku tanpa curiga DVD apa yang Didit bawa.

Akhirnya kami berempat duduk di sofa ruang tengah untuk siap-siap menonton. Ternyata begitu DVD diputar, aku sempat kaget karena ternyata Film yang Didit bawa adalah Film porno. Namun aku tetap tidak beranjak dari tempat duduk karena adegan-adegan di film tersebut membuat aku penasaran. Ruang tengah itu menjadi hening karena semua terpaku pada layar TV. Walaupun aku sedang serius menonton, namun aku sadar kalau mata mereka melirik ke arah pahaku. Setelah kira-kira 45 menit lamanya, Film itu pun berakhir.

“Kakak serius banget sih nontonnya tadi?” ledek Benny.

“Kayak kamu nggak serius aja Ben!” aku membalas ledekan Benny sambil tersenyum.

Kemudian aku bertanya iseng kepada mereka “Kalian bertiga pernah nggak melakukan kayak di Film tadi?”

Mereka semua menggeleng dan berkata “Belum Kak. Emangnya Kak Tita udah pernah?” tanya Didit penasaran.

Tanpa terlebih dahulu menjawab pertanyaan Didit, aku menyuruh Benny dan Didit yang duduk mengapitku agar lebih mendekat kepadaku. Sedangkan Erwin yang duduk paling ujung, aku suruh duduk di depanku.

Setelah mereka semua mengelilingiku, aku berkata “Mau nggak kalian Kakak ajarin supaya jadi pria dewasa?”

“Ma-maksud Kak Tita apa sih?” tanya Didit dengan gugup.

“Begini maksud Kakak…” kataku sambil meraih tangan Didit dan Benny lalu ditaruh di kedua payudaraku.

Mereka berdua tampak kaget sekali waktu itu.

“Kak, kalo Dewi tiba-tiba pulang gimana dong?” kata Benny khawatir.

“Dewi pulangnya masih sekitar 1 jam lagi kok…” jawabku menenangkannya.

Kemudian aku meraih tangan Erwin dan meyuruhnya meraba-raba di sekitar paha dan kemaluanku. Aku yang masih berpakaian lengkap menikmati saat Benny dan Didit meraba-raba payudaraku. Aku dapat merasakan putingku mulai menonjol karena sudah terangsang.

Sekarang Erwin berusaha menarik lepas celana pendekku sedangkan Benny membuka kaosku. Jadi sekarang tubuhku hanya dibalut celana dalam warna putih transparan. Terlihat jelas lekukan garis kemaluanku yang tanpa bulu itu.

Payudaraku yang berukuran kecil namun padat serta putingnya yang kecoklatan itu membuat nafsu Benny bangkit, tanpa diperintah lagi dia mengulum puting kiriku, sementara puting kananku dikulum Didit. Erwin membuka lebar pahaku dan mengelus-elus belahan di tengahnya yang masih tertutup celana dalamku.

Lidah Benny mulai naik ke leher, pipi hingga akhirnya aku berciuman dengannya. Aku lalu membuka mulut membiarkan lidah Benny bermain-main di dalamnya. Aku pasrah saja mengikuti irama tarian lidah Benny sambil memejamkan mata. Permainan lidahnya benar-benar membuat sesak nafasku. Benny mulai terangsang, kurasakan dari nafasnya yang kacau.

“Enak nggak ciuman sama Benny Kak?” tanya Benny di sela-sela berciuman denganku.

Aku yang sedang kesibukan melayani serangan lidahnya, hanya menjawab dengan anggukan. Sementara itu tanganku mulai membuka resleting celana jeans milik Benny lalu masuk ke celana dalamnya.

Batang kemaluan Benny yang sudah tegang sejak tadi seakan-akan mau meledak saja begitu tanganku mulai mengocoknya. Didit yang duduk di sebelah kanan masih terlihat menikmati payudaraku, sedangkan tangannya mulai masuk ke dalam celana dalamku. Sehingga sekarang kemaluanku sedang dimainkan oleh Erwin dan Didit. Aku merasakan celana dalamku juga sudah mulai basah oleh cairan vaginaku.

“Aaaaahhh… Kaliaaan hebaaat bangeet sihh! Padahaaal kaliaaan bilaang beluuum pernaaah ngelakuiiin… Aaaaahhh…!” desahku yang semakin menikmati permainan mereka.

Mereka semua menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Tak lama kemudian aku melihat Erwin mulai melepas celana dalamku sehingga sekarang tubuhku sudah dalam keadaan telanjang. Ketiganya terlihat berdecak kagum serta jakun mereka naik turun melihat tubuhku yang sudah polos tanpa sehelai benang pun. Lelaki normal mana pun pasti akan tergiur oleh tubuhku yang mulus karena sering aku rawat dengan teratur.

Tangan-tangan kasar mereka mulai bergerilya lagi di sekujur tubuhku. Tubuhku bergetar merasakan sensasi nikmat yang melandaku. Seperti sudah direncanakan, Benny sekarang meraba-rabai tubuh bagian atasku, sedangkan Erwin dan Didit kelihatannya lebih tertarik pada bagian bawahku.

“Gue demen banget sama memeknya Kak Tita. Botak dan licin…!!” kata Erwin yang disambut tawa teman-temannya.

Erwin kelihatan sangat menikmati menggesekkan jari-jarinya pada bibir vaginaku yang sudah dalam keadaan sangat basah. Didit yang tadi hanya mengelus-elus pahaku menjadi tertarik untuk ikut merabai vaginaku. Hal tersebut tentu saja membuat nafasku semakin memburu. Tak cukup puas hanya memainkan vaginaku dengan jari, sekarang Erwin dan Didit mulai menjilati paha dan vaginaku bergantian. Kemudian aku mulai merasakan daging kecil di dalam vaginaku sedang dijilat, dihisap bahkan hingga digigit kecil oleh mereka.

Ulah mereka berdua membuatku berkelejotan “Ohhh… Ja-jangan kayak gitu… Kakaaak geliii nih…!! Aaaaaaahhh…”

Tanpa memperdulikanku kata-kataku tadi, Erwin dan Didit terus mempermainkan vaginaku.

“Ooohhh… Oooooooohhh… Enaaakk… Aaaaaaah…” aku hanya bisa mendesah pasrah.

“Baru pernah ngerasain yang kayak gini ya Kak?” ejek Benny sambil terus meremas payudaraku.

“Aaaaaaaaaaahhh…” tanpa menjawab pertanyaan Benny aku terus mendesah merasakan rangsangan pada seluruh otot-otot vaginaku.

Karena sudah dilanda birahi tinggi, aku yang ingin melanjutkan permainan ini ke tahap selanjutnya, berkata kepada mereka bertiga “Kalian buka baju juga dong. Kan nggak enak kalo cuma Kakak sendirian yang telanjang…”

Mendengar permintaanku tadi mereka pun mulai melepas baju. Mula-mula mereka masih merasa risih, mungkin karena baru pertama kalinya mereka telanjang di depan cewek, namun lama-lama mereka mulai terbiasa. Setelah mereka semua dalam keadaaan telanjang, aku berbaring telentang di lantai ruang tengahku. Erwin yang belum menikmati payudaraku mulai mengulum benda itu, sedangkan aku sendiri memainkan buah zakar Didit dengan tanganku.

“Eeeemmhh…” aku mendesah ketika merasakan pahaku dibuka lalu disusul rasa geli bercampur nikmat pada vaginaku.

Ternyata kini giliran Benny menjilati kemaluanku. Ia membenamkan wajahnya pada selangkanganku dan mulai menjilati vagina yang masih rapat dan tanpa bulu itu dengan rakus. Kedua jarinya merenggangkan bibir vaginaku sehingga terkuaklah bagian dalamnya yang merah dan berlendir itu. Darahku semakin berdesir merasakan lidah kasar Benny mengais-ngais vaginaku, terlebih lagi ketika lidah itu menyentuh klitorisku.

“Eehhhhmm… Wa-wangi banget memek Kakak… Sluuurpp…” puji Benny sambil terus menjilat vaginaku yang terawat dengan baik.

“Enak kan Ben? Rasa memeknya Kak Tita emang top banget deh…!!” kata Erwin setuju dengan ucapan Benny.

Benny membuka pahaku lebih lebar sehingga ia semakin leluasa menjilat dan menghisap bagian tubuhku yang paling sensitif itu. Aku semakin larut dalam birahi akibat perlakuan Benny, karena ia tidak hanya memainkan lidahnya saja di liang kenikmatan itu, namun jari-jarinya pun ikut bermain disana. Benny menyentil-nyentilkan lidahnya pada klitorisku dan menyebabkan aku menggelinjang nikmat.

“Bener-bener memek yang mantep!! Pantesan aja kalian berdua doyan banget mainin memeknya Kak Tita…” kata Benny kepada teman-temannya.

Tidak lama dipermainkan seperti itu aku pun merasakan orgasme mulai melanda tubuhku.

“Ehhhmmmmm… Enaaak… Teruuusss Ben… Kakaaak… U-udaaah pengeeeen… Keluaaaaaar… Aaaaaaah…” desahanku semakin tidak karuan.

Vaginaku mulai berdenyut-denyut hingga akhirnya ‘Sssssrrrr…’ keluarlah cairan bening yang hangat dari vaginaku diiringi dengan menegangnya seluruh tubuhku.

“Mmmhhh… Aaaaaaaah… Eeeeengghh… Aaaaaaaaahh…” aku mendesah sejadi-jadinya melepaskan perasaan nikmat yang melandaku.

“Sluuurrpp… Sluurrpp… Gurih banget memeknya Kak Tita… Sluuurrp… Nyaaam…” kata Benny sambil terus menghisap cairan yang sudah membasahi liang kewanitaanku sampai benar-benar bersih.

Saat sedang menikmati permainan Benny pada vaginaku dan disertai hisapan Erwin pada payudaraku, Didit yang sedang kumainkan penisnya tiba-tiba berkata “Kak Tita, sepongin kontol Didit dong! Jangan cuma dipegang-pegang doang…”

Tanpa ragu lagi, aku menuruti saja apa yang diperintahkan oleh Didit. Tanganku mulai menarik penisnya yang sudah mengacung keras mendekati mulutku. Kepala penis milik Didit sekarang sudah terlihat merah kehitaman karena sudah sangat tegang. Aku mengeluarkan lidah dan mulai menyapukannya perlahan ke kepala penis Didit sambil tanganku juga ikut aktif mengocok-ngocoknya.

“Eeeemm… I-yaah… E-enaaak Kak… I-yah teruuuus kayak gitu…” erang Didit sambil tangannya mulai membelai-belai rambutku.

Mataku melirik ke wajah Didit untuk sekedar melihat reaksinya serta menambah sensasi permainanku. Namun ternyata Didit yang tidak mampu untuk memandangku mataku lama-lama.

“Uuuuuh… E-enaaaak bangeeet disepongin Kak Titaaa… Aaahh!” kata Didit sambil sedikit mendesah karena jilatanku.

Mungkin karena sudah tidak tahan, Didit ikut mendorong penisnya hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutku.

“Eeeeemmmmhh…!” desahku tertahan dengan mata membelakak kaget.

Benda itu terasa sangat menyesakkan di mulutku yang mungil, belum lagi aromanya yang tidak sedap itu. Sepertinya bau penis Didit memang tidak sedap seperti penampilan luarnya. Namun aku tetap saja aku terus menggerakkan lidahku dan melakukan hisapan-hisapan kecil pada penisnya.

“Kakak emang doyan ngisep kontol yah? Kak Tita suka kan sama kontol saya… Hehehe…” ejek Didit yang membuatku tersipu malu.

Aku sepertinya sudah mulai sedikit beradaptasi dengan bau penis Didit yang telah bertengger sekitar 5 menitan di mulutku. Mulanya memang Didit yang memaju-mundurkan penisnya di mulutku seperti sedang menyetubuhinya, namun kini aku yang memaju-mundurkan sendiri kepalaku sambil menghisap penisnya.

“Kak Tita jago banget sih nyepongnyaaaa… Ehhhhmm…!” gumam Didit keenakan.

Didit nampak sangat menikmati penisnya dikulum oleh aku. Sekitar 10 menit merasakan hisapanku pada penisnya, ia melepaskan penisnya dari mulutku.

“Jangan dikeluarin dulu ya Kak. Nanti aja biar lebih seru…” kata Didit.

“Masukin penis kalian ke vagina Kakak dong…” karena sudah tidak tahan dirangsang seperti ini akhirnya aku memohon supaya diantar ke puncak kenikmatan oleh mereka.

Benny yang berada paling dekat dengan liang senggamaku langsung mengambil inisiatif, dia menaikkan kedua kakiku ke bahunya seperti gaya di film tadi. Perlahan-lahan Benny mulai memasukkan batang kemaluannya ke liang kewanitaanku yang sudah tidak perawan lagi.

“Oooohh… Ayo Ben puasin kakak!! Ka-kakak udah gak tahan lagi… Aaahh…” teriakku.

“Kakak masih perawan ya? Kok masih sempit banget sih?” tanya Benny.

Selama beberapa waktu aku bersetubuh dengannya sampai akhirnya aku merasakan sudah akan mencapai orgasme untuk kedua kalinya.

“Terus Ben… Aaaaaah… Kakak mau keluaaaaarr…!!” desahanku semakin menjadi ketika gelombang orgasme itu kembali menerpa.

Sambil melepas kulumanku pada batang kemaluan Didit, aku mengerang panjang “Aaaaaaaaaaaaaahhhhhh…”

Tubuhku menegang menekuk ke atas, tanganku meremas kencang rambut Erwin yang sedang menjilati payudaraku, pertanda aku sudah mencapai orgasme. Tubuhku menggelinjang dahsyat merasakan nikmat yang melebihi orgasme sebelumnya. Yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhku berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa seperti melayang ke surga saja rasanya.

Saat itu Benny yang belum mencapai klimaks melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vaginaku.

Sekitar 5 menit kemudian barulah ia berteriak “Benny udaaah pengeeenn keluaaaar Kak…!!”

Lalu ‘Crooot… Croooot…’ aku dapat merasakan cairan dari penis Benny membanjiri vaginaku.

“Aaaaaahh… Enaaaaaaknya…” lenguh Benny sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.

Aku benar-benar lelah setelah mencapai orgasme. Sekilas aku melihat Benny beristirahat dan hanya menonton kedua temannya sedang bermain dengan tubuhku. Kali ini Didit memintaku untuk melakukan doggy style, batang penisnya dimasukkan ke dalam vaginaku lewat belakang, sedangkan Erwin yang berada di bawahku sibuk bermain dengan payudaraku. Badanku bergerak maju mundur mengikuti gerakan keduanya.

“Ahhh… Yaaa… Teruuuus lebih dalam lagi… Uuhhh… Uuhhh… Diiiitt…!! Kamu hebat banget! Aahhh!” seluruh ruangan itu dipenuhi suara eranganku.

Sesaat kemudian Didit melepas batang kemaluannya dan berpindah ke depan wajahku. “Kak buka mulutnya! Aku udah mau keluar nih…”

Dan tidak lama kemudian ‘Croot… Croot…’ sperma Didit membasahi mulut mungilku. Aku menelan semua spermanya dan membersihkan yang tertinggal di bibirku. Namun tidak itu saja, dengan cepat aku meraih batang kemaluan Didit yang masih berlepotan itu lalu aku kulum dan menjilatinya sampai bersih dari sisa spermanya.

“Aduh Kak Tita ganas banget sih! Emang rasanya enak ya? Sampe napsu banget kayak gitu?” tanya Didit penasaran.

Tanpa menjawab aku terus mengulum batang kemaluan itu dengan rakusnya seperti binatang yang sedang kehausan. Sementara itu Erwin yang masih berada di bawahku pun meminta giliran untuk dihisap kemaluannya. Hanya bertahan 10 menit, Erwin sudah mencapai klimaks. Dia juga membuang air maninya di dalam mulutku. Setelah selesai, tubuhku terkulai lemas dengan kepalaku di atas penis Erwin. Dengan nafas terengah-engah, Erwin memuji keahlian oral seks-ku. Rupanya dia baru mengalami orgasme hebat.

Benny yang sudah memulihkan tenaga mengatur posisiku dan menyelipkan bantal kursi agar aku dapat menyandarkan kepalanya di karpet.

“Ben, kamu mau bikin posisi apa lagi sekarang?” tanyaku.

Lantas Benny berlutut di tengah badanku dan menggesek-gesekan batang kemaluannya di antara payudaraku itu. Aku kemudian mulai mengocok penisnya di daerah itu. Sementara Erwin yang dari tadi belum sempat merasakan bersetubuh denganku, terlihat sedang menikmati sempitnya liang kewanitaanku. Dia merentangkan kedua paha mulusku dan menancapkan batang kemaluannya dalam-dalam, sementara itu aku juga mengulum batang kemaluan Didit di sampingnya. Dirangsang 3 orang sekaligus seperti itu tentu membuat birahiku bangkit kembali.

Dalam waktu kira-kira 15 menit kemudian akhirnya Benny menyiram wajahku dengan air maninya, ditambah lagi dalam waktu bersamaan Didit pun turut mengeluarkan spermanya di dalam mulutku. Tidak lama berselang setelah itu Erwin ejakulasi di atas payudaraku.

Saat itu tubuhku benar-benar basah kuyup oleh keringat dan sperma, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa dari 3 orang sekaligus. Aku menyeka sperma yang membasahi dada dan wajahku dengan jariku, lalu aku jilati dengan rakus.

Benny tiba-tiba bertanya “Kakak kok seneng banget sih minum peju? Emang rasanya enak ya Kak?” tanya Benny dengan wajah bingung.

“Kira-kira rasanya kayak kamu minum cairan dari vagina Kakak aja…” jawabku menerangkan dengan singkat.

Tubuhku benar-benar lelah setelah bercinta dengan mereka, mungkin karena aku dikerubuti 3 orang sekaligus, ditambah kami bersetubuh hingga berkali-kali. Sambil beristirahat aku sempat menyuruh mereka untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapapun, terutama kepada adikku Dewi. Tidak terasa, waktu saat itu telah menunjukkan pukul 12 siang. Kami pun bersiap-siap mandi, karena sebentar lagi Dewi akan pulang.

Untung saja, karena tidak lama setelah kami semua dalam keadaan bersih sehabis mandi, Dewi pun pulang. Mereka mulai mengerjakan tugas kelompok mereka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku tersenyum-senyum sendiri karena tidak yakin apakah mereka bisa konsentrasi belajar atau tidak setelah mengalami kejadian nikmat bersamaku tadi.

Karena sudah didera kelelahan yang amat sangat, aku pun pamit kepada mereka untuk masuk ke kamar tidur. Sekilas aku dapat melihat wajah mereka yang lelah sekaligus puas, tersenyum penuh arti kepadaku. Dan mungkin setelah selesai mengerjakan tugas kampus ini, mereka akan merencanakan untuk ‘belajar kelompok’ bersama aku lagi.

- TAMAT -

Slutty Annisa

Kadang-kadang orang emang suka punya banyak prejudice sama cewek Indonesia yang kawin sama bule. Kerasa banget samaku, kalau orang kita emang kadang2 mikir kalo cewek kaya’ aku nikah sama bule hanya karena hartanya. Emang kebetulan Tom, suami tercintaku, bukan orang yang kekurangan. Sebagai expat yang bekerja di bidang marketing suatu perusahaan multi-national dia memang cukup sukses. Namun, kalau aku ditanya kenapa aku gak kawin sama orang Indonesia aja, alasan uang mungkin buatku alasan yang ke 13 ato 27. Hihihihi… bener-bener gak sebegitu pentingnya buatku.
Yang benar2 berarti bagiku adalah pandangan Tom terhadap perilaku sex-ku. Jujur aja, aku doyan sex. Dan aku gak pernah bisa setia 100%. Aku gak akan munafik. Biarpun sudah menikah selama 2 tahun, aku sering banget getting laid sama orang lain. Mungkin orang pada bilang aku ini nymphomaniac, atau perek – but, hey, that’s what I am!
Tentang physical appearance-ku; tinggiku 1,65, tapi aku selalu pakai high-heels yang tinggiii banget dan aku rasa aku cukup langsing untuk masuk ke baju manapun. Bulu memekku selalu kucukur a la Brazillian, kalo nggak, aku sisakan segaris yang menunjuk ke arah klitoris-ku. Oh iya, dan aku suka banget sama Tattoo. Anyway, you guys we’ll see it sooner or later….

Office Party
Dua bulan yang lalu aku memulai affair dengan bos-ku di kantor. Sebenarnya Peter atau Pete bukan bos-ku langsung melainkan bos departemen client-service di advertising agency dimana aku bekerja. Awalnya aku kesel banget sama kelakuannya yang sok merintah-merintah siapa saja kalau dia lagi kesel. Tetapi suatu malam, waktu kita abis merayakan masuknya new business ke agency kami, kita satu team pergi ke Wwwok! di Kemang buat sedikit minum2. Mungkin karena bos-ku stress banget setelah dua atau tiga minggu kerja non-stop, dia sedikit keterlaluan maboknya. Anak2 kantor seperti biasa cuma ketawa2 saja liat tingkahnya yang tidak bisa berhenti ngajak orang ngobrol kalau sudah mabok. Tapi tidak ada yang menyadari bahwa dia selalu mencoba untuk merayuku. Dari mulai matanya yang tidak bisa lepas dari cleavage-ku saat berbicara denganku, sampai dengan tangannya yang terkadang mengelus buah pantatku dari luar rok ketatku. Waktu ia pergi ke toilet pun aku bisa merasakan ereksinya bergesek dengan pahaku. Jujur aku jadi horny juga, dan terpikir olehku untuk ke kamar kecil untuk membuka g-string-ku yang sudah lepek banget.
Setelah anak2 yang lain mulai bubar, aku menawarkan untuk mengantar Pete pulang, mengingat keadaannya yang sedemikian parahnya. Dia setuju, dan kami pun menuju pelataran parkir. Waktu itu sudah hampir pagi, jadi tinggal ada mas2 penjaga parkiran aja yang ada di dekat mobil-ku. Pete tidak berhenti juga nyerocos sambil mabok, padahal jalan saja sudah susah dan harus bertumpu di bahuku. Kadang2 ia jahilnya datang dan meremas toketku dari luar tank-top yang aku pakai waktu itu. Tukang parkir yang menunggu dekat mobilku tertegun melihat nipple-ku keluar dari bungkusnya karena tertarik sama tangan si pemabok. Aku hanya tersenyum nakal saja. Aku paling suka kalau bikin cowok tersipu2 dengan badanku!
Aku menyalakan mobil dan langsung cabut. Tukang parkir tidak kubayar – enak aja, kan udah liat toket gratis! Baru sampai Jalan Prapanca, bos-ku melepas seatbelt-nya. Aku pertama bingung. Dia ternyata membenamkan mukanya di selangkangan aku, sambil menarik rokku ke atas! Aku hampir menabrakkan mobilku ke trotoar. I was horny as hell!
Sambil terus ngoceh, si bos menjilat pahaku… makin lama makin ke atas…
”Pete, please stop it!” kataku sambil memijit-mijit memekku yang basah dengan merapatkan pahaku. Tetapi dia tidak memperdulikanku! Terus, naik, naik, naik, sampai dekat sekali dengan memekku yang basah…
”I can smell your wet cunt, Anissa!”
Ia meregangkan pahaku dan menarik g-string-ku sampai putus di pinggulku. Aku meregangkan pahaku, terasa mukanya dengan bulu-bulu jenggot pedek yang kasar dibenamkan di antara pahaku. Lidahnya menjulur-julur kedalam memekku yang benar2 sudah banjir! Tapi, karena aku harus menyetir mobilku, aku sulit sekali terus mengangkangkan pahaku seperti yang ku mau, sehingga, permainannya terputus2. Aku kesel banget!
Untung kami tidak lama kemudian sampai di rumahnya. Mobil aku parkir di jalanan di depan rumahnya. Saat aku hendak membuka pintuku, ia berkata: ”Babe, sorry, but you can’t come in. My wife’s at home and it would be… you know….” Sialan! Umpatku dalam hati. Udah dibikin horny gini, sekarang aku gak boleh masuk ke rumahnya! Aku sudah benar2 butuh dientot banget. Aku tidak akan bisa nunggu sampai rumah untuk dientot sama suamiku. Akhirnya aku nyerah deh!
Aku menghadap ke jendela samping sebelah kanan, dan menunggingkan pantatku ke arah si Pete. Dia sedikit bingung sepertinya. Tetapi aku angkat rokku keatas dan terpampanglah vagina dan lubang pantaku yang sudah basah dari cairan memekku yang banjir.
”Just fuck me Pete. Stick your dick up my pussy! Please!” desahku. Aku tetap duduk menyamping sambil menunggingkan pantatku ke arahnya. Aku sudah masa boso kalau ada orang yang mungkin bisa memergoki kita. Aku hanya ingin memekku diisi kontol bos-ku yang keras itu. Sambil menunggu kontolnya menyusup ke memekku, aku memainkan klitorisku dengan jari2ku, sambil membuka lebar lubang kenikmatanku.
Aku mendengar resletingnya dibuka dan tak lama kemudian, kontol raksasanya Pete masuk dengan satu sentakan ke dalam memekku yang super-licin.
”Ooohhhh god!” gumamku, namun bos-ku hanya mengeram sambil mengeluar masukkan kontolnya dengan kasar sekali. Terasa panjangnya… setiap urat-urat yang ada di kontolnya. Seakan membuat memekku semakin lebar. Tidak lama kemudian kontolnya menegang keras dan berdenyut-denyut. ”Keluarin di dalam, Pete… fill me up with your cum, baby!” aku meracau tidak jelas. Terasa semburan demi semburan memenuhi rahimku, mengalir keluar dan meleleh ke pahaku. Bos-ku langsung mencabut kontolnya. Terdengar bunyi ’plop’. Si bajingan itu langsung menutup resleting celananya dan keluar dari mobilku, meninggalkanku dengan memek penuh dengan spermanya dalam posisi menungging seperti pelacur. Aku melihat bagaimana ia sempoyongan masuk ke dalam rumahnya.
Aku mengumpat. Tapi apa boleh buat? Tidak lama kemudian, aku menurunkan rok-ku dan memacu mobilku ke arah rumahku sendiri. Sepanjang jalan sperma bos-ku terus mengalir keluar dari lubang vaginaku. Di setiap lampu merah aku masukkan jariku ke dalam liang memekku dan kubersihkan sisa2 spermanya dari jariku dengan menghisap2 jariku sampai bersih. Aku membayangkan sedang menyepong kontolnya si Pete yang gede itu.
Tom, suamiku membukakan pintu rumah. Rupanya dia sudah tertidur.
”Wow! What happened to you? You’re a mess! Are you okay, baby?” sepertinya ia sedikit khawatir melihat penampilanku.
”Nggak apa2 kok, baby! Aku cuma abis dipake sama bos-ku,” jawabku nakal sambil berjalan ke kamar tidur kami sambil mengayunkan pinggul, ”I’ll tell you all about it, while you fuck my ass ’til I cum… You wanna do that?”

Pesan nyasar, bikin lembur
Setelah kejadian di pesta kantor, Pete belaga seolah2 tidak terjadi apa2. Aku kesel. Enak aja dia bisa ngentotin memekku tanpa ada tanda2 terima kasih sedikit pun! Aku berkali2 mencoba mengajak ngomong bos-ku soal kejadian malam itu, namun ia selalu mengelak. Nggak usah ngobrol berdua, satu ruangan pun dengan aku sendiri, Pete langsung mencari alasan untuk pergi! Aku benar2 gemes dan kesal melihat tingkahnya.
Sekali waktu aku balik dari lunch lebih cepat daripada teman2 yang lain. Tidak ada siapa2 di satu lantai kantor kami, kecuali satu atau dua orang yang sedang asik chatting YM di cubicle mereka.
Waktu aku melewati ruangan Pete, sepertinya ia pun belum balik dari lunch. Aku tersenyum sendiri. “isengin ah!” kataku dalam hati! Pelan2 aku masuk ke dalam ruangannya. Aku tutup pintu, agar tidak ada yang bisa melihat ke dalam. Sambil nyengir jahil aku membuka g-string renda yang aku pakai hari itu dan kuletakkan diatas laptopnya Pete yang ada di atas mejanya. Aku tertawa sendiri. “Kalau dia tetap ‘gak ingat’ juga sama malam itu sih keterlaluan!” tawaku dalam hati. Tetapi aku terdiam. Sepertinya ada yang masih kurang - surprise-ku kaya’nya belum perfect!
Aku mengambil kembali g-string-ku dan mengangkang sedikit. Sambil sedikit jongkok aku gesek2 celana dalamku di permukaan memekku yang basah berlendir. Sialan, aku jadi konak!
Setelah cukup basah, aku cium g-string tersebut…. Hmmm… Benar2 bau memek! Hahaha! Terdengar orang2 yang kembali dari lunch. Cepat2 aku taro g-string-ku diatas laptop si bos, terus aku kabur.
Aku benar2 tidak sabar menunggu reaksinya Pete. Ngebayangin dia mencium2 g-string yang bekas aku pakai saja bikin aku horny sekali.
Sejam kemudian telah kuperhatikan dari cubicle, bahwa bos-ku telah mondar-mandir keluar-masuk ruangan berkali2. Kok mukanya ‘lempeng’ aja ya? Aku benar2 bingung. Apa dia nggak lihat? Sepertinya nggak mungkin deh! Aku semakin kesal dan frustrasi.
Hariku berlalu seperti biasa. Jam menunjukkan pukul enam sore. Aku siap-siap untuk pulang, waktu Emir, seorang Junior Art Director yang jauh lebih muda dariku menghampiriku.
“Nissa, loe udah mau balik?”
“Iya. Udah kelar semua kerjan gue. Mo balik ah!” jawabku. Aneh. Jarang sekali si Emir mengajak aku ngobrol, “Loe mau nebeng gue?”
“Nggak.”
Tetapi, bukannya menyudahi small-talknya Emir hanya terdiam sambil nyengir2 di hadapanku. Matanya memperhatikan belahan rok mini-ku yang cukup berani.
“Nis, loe di kantor gak pernah kedinginan ya?” Aku terdiam.
“Maksud loe?”
“Iya, aneh aja. Orang lain bilang AC kantor kita terlalu dingin… Kok elo malah pake buka2 celana dalam loe segala sih?”
Ia menatapku sambil menyengir.
“Gue, gak tau, loe ngomong apa, Mir!” kataku, dan melangkah pergi dari cubicle-ku. Tiba2 tangan Emir menngkap lenganku.
“Anissa… Jangan pergi gitu dong, say. Gue tadi nemuin barang di ruangan si bos. Kalau gue gak tahu ini barang punya siapa, kan harusnya gue kasih ke bagian HRD. Tapi gue takutnya ntar jadi bikin masalah…”
Sambil mendekatkan mulutnya ke telingaku ia berkata, sedikit bisik2: “Dan gue yakin, loe orang yang nggak suka masalah, kan?”
Aku hanya menunduk mengalah: “Loe mau apa, Mir?”
“Gue? Oh, gue maksud loe? Enggak. Gue gak mau apa2 kok, Nis. Lagi pengen ngobrol aja sama loe. Gue harus begadang nih ngerjain layout buat client gue. Loe mau nemenin gue kan?” Aku hanya mengangguk. Kalau aku tidak menurut sama Emir, mungkin dia bisa merepotkan posisiku di kantor.
Akhirnya aku ikut ke cubiclenya Emir. Disana orang2 mulai pulang satu per satu. Aku duduk disebelahnya, pura2 memperhatikan apa yang Emir kerjakan di layar macintosh-nya.
Jam menunjukkan jam 8. Aku sudah menelfon suamiku, untuk memberitahukan aku ada kerja lembur. Dia sudah biasa. Emir dari tadi hanya sibuk dengan layoutnya, sama sekali tidak memperhatikan aku ada disana.
Jam 9. Di kantor tinggal ada Emir dan Michael, anak magang yang disuruh ikut lembur sama Emir. Michael, yang duduk di cubicle seberang, adalah anak keturunan chinese yang sedikit tambun. Lampu-lampu sudah redup. AC sudah dimatikan. Dan satu2nya cahaya adalah layar2 komputer dan lampu2 gedung2 tinggi diluar.
“Eh, udah malam ya?” tanya si Emir dengan nada dibuat2. “Gue sampai lupa ada elo, Nis!”
Aku benar2 kesal! Maunya apa sih ini orang?
“Ya udah deh. Loe kan mau pulang… Mendingan loe mulai deh. Gue biasanya lama lho keluarnya…”
Aku hanya terdiam. Gila ini orang.
“Eh, Nissa, loe denger gak sih gue ngomong? Ayo jongkok depan gue. Mulai loe!”
Kasar sekali orang ini. Aku malu dan terhina. Anak kecil ini, yang biasanya secara hierarchy kantor dibawah aku, menyuruh2ku seperti pelacur murahan.
“Hei, bengong lu! Buruan!”
“Mir… Masih ada Michael…”
“Trus emang kenapa? Oh, loe kasian sama dia? Iya juga sih, anak magang kasihan kalo kita suruh kerja rodi mlulu. Dia kan pengen belajar juga.” Emir memanggil Michael ke tempat kita. Aku rasanya mau pingsan. Hina sekali diriku…
“Mike, duduk sini loe! Loe liatin ya! Kalo loe nanti udah jadi pegawai disini loe boleh juga diisep sama si Anissa… Nis! Jangan bengong loe! Cepetan! Gue masih banyak kerjaan nih!”
Aku merasa seperti di mimpi (nightmare mungkin ya?) saat aku jongkok di depan Emir. Aku membuka resleting celana jeansnya dan aku keluarkan kontolnya yang hitam. Cukup panjang juga buat orang Indonesia, cuma kurang lebar kalau menurut seleraku. Aku buka mulutku lebar2 dan memasukkan seluruh batangnya ke dalam mulutku. Aku menyepongnya sekuat tenaga… Maju, mundur, maju, mundur… Dibantu dengan lidahku yang menari2 di bagian bawah batangnya. Aku berharap ia cepat2 menyemburkan spermanya ke dalam mulutku, agar aku bisa cepat pulang. Tangan Emir meremas2 toketku dari luar baju. Pasti terasa olehnya putingku yang mengeras. Tetapi si brengsek ini hanya terus ngobrol sama si Michael, mengomentari layoutnya. Si Mike sepertinya sulit untuk konsentrasi!
‘Dicuekin’ seperti itu aku merasa semakin tertantang. Tanpa kusadari aku mengocok kontolnya semakin cepat, semakin dalam… Sekali2 terasa mentok di tenggorokanku. Terdengar suara kecipak2 yang benar2 jorok! Tanpa kusadari aku memainkan klitorisku. Tanganku yang kiri menumpu badanku yang sedang jongkok, sedangkan yang kanan menggosok2 memekku yang sudah benar2 licin.
“Wah, bos,” sahut Michael ke Emir, “liat tuh dia memeknya kebuka banget!”
“Eh, loe! Lagi gue ajarin ngelay-out, perhatiin dong! Dasar anak magang! Susah deh emang kalo udah ada pelacur yang di kantor! Jadi gak ada yg bisa konsentrasi.”
Aku sudah bodo amat. Memekku terasa menegang dan berdenyut2. Tanganku yang tadinya hanya memainkan klitoris, kini aku sumpel dalam2 ke liang memekku. Seperti orang yang lagi dientot, aku merasa memekku mencengkram jari2ku. Dan tidak lama kemudian aku orgasme!
“Ummmmmmpff!” Aku tidak bisa teriak karena kontolnya Emir yang menyumbat tenggorokanku.
“Sialan ini perek!” umpat Emir. “Belom gue suruh udah keluar! Paling males gue ngewe sama cewek yang memeknya udah keseringan dientot.”
Emir menampar pipiku yang masih saja menghisap2 kontolnya.
“Bangun loe! Nggak enak banget disepong sama loe! Sini nungging di meja! Buang waktu gue aja loe!”
Aku udah seperti orang dungu mengikutinya. Aku menungging dengan badan atasku terlungkup di atas meja kantor yang dingin.
Aku melihat Michael yang memegang2 kontolnya dari luar celana. Mukanya sudah merah sekali.
Emir mengangkat rok mini-ku.
“Wah, udah ngira gue! Lihat nih pantat. Udah sering dipake juga nih.” Dengan kasarnya ia menusukkan jarinya ke dalam anus-ku. Aku menjerit kecil. Tapi, iya, memang. Siapa saja yang telah melihat bentuk lobang pantatku pasti bakal tahu, kalau aku sering sekali disodomi. Terutama oleh Tom, suamiku.
Aku merasa penuh sekali, dengan dua jari Emir yang keluar masuk lubang pantatku.
“Please… udahan dong!” rengekku.
“Dasar perek. Mikirin diri sendiri aja loe!” Jari2nya ditarik keluar. Terasa udara dingin di sekiar lubang pantatku yang sekarang terbuka menganga. Tetapi anusku tidak lama kosong. Terasa ujung kontolnya Emir menusuk dengan kasar, membuka lebih lebar lagi lubang pantaku.
“Aghhhhhh…. Entot pantat gue, Mir!”
“Diem lu! Pelacur! Pasti gaji loe gede karena suka ngentot sama si bule deh! Perek!” Sambil memaki2ku emir memukul-mukul buah pantatku. Aku hanya memaju-mundurkan pantatku, agar ia cepat keuar. Untuk menghilangkan rasa nyeri di pantatku aku gesek2 klitorisku lagi. Aku merasa hina sekali. Ternyata aku terangsang juga ‘diperkosa’ seperti ini.
“Perek bule loe, Nis! Ini bakal gue certain ke semua nak di kantor biar loe tahu rasa dientot sama satu kantor! Agghhhhhhh…..”
Emir menegang dan terasa kontolnya mengeluarkan sperma ke dalam lubang pantatku. Akupun keluar sekali lagi. Biarpun orgasmeku tidak sehebat sebelumnya, aku mengerang cukup keras. Hangat terasa cairan spermanya yang langsung mengalir keluar lagi, seiring dengan dicabutnya kontol yang panjang itu.
Aku lelah sekali. Terdiam aku di posisi nunggingku, sambil memain-mainkan memekku yang memar, serta sperma yang menetes ke laintai. “Perek!” sahut Emir. Ia meludah kearah lubang pantatku. Sepertinya ia punya dendam terhadapku. Aneh, padahal aku jarang sekali bicara dengannya.
Masih lemas sekali terdengar olehku bisik2 anata Michael dan Emir.
“Terserah loe, Mike! Loe mau keluarin dimana kek! Emang gue peduli?” katanya sambil tertawa. Aku menoleh kebelakang dan kulihat Michael sedang mengocok kontolnya yang kecil namun sudah tegang sekali. Ia mengarahkan kontolnya kearah lubang pantatku. Aku hanya memejamkan mata. Terasa cipratan spermanya mengenai lubang pantatku yang terbuka menganga.

Clubbing!
Dua weekend yang lalu aku diajak oleh Tom, suamiku, pergi clubbing bersama teman2 bule-nya. Kita mulai dari jam 9 di Dragonfly, minum2 wne dengan sopan, terus pindah ke Vertigo setelah jam 11. Aku senang juga pindah ke sana, apalagi setelah tahu bahwa temanku Citra, bakal ada disana juga. Dimana ada si Citra, disitu pula ada ecstasy! Aku bukan junkie tulen, tapi kadang2 aku suka juga nelen pil gila tsb.
Sama juga seperti friday night itu! I really wanted to go crazy, dan ada E, udah pasti gila!
Kita berangkat bersama tiga orang temennya Tom: Shane, Robert, atau Rob dan Aldi, orang Indo. Shane dan Robert berbadan besar selyaknya bule dan masih single. Well, shane sebenarnya punya girlfriend, tapi ia tinggal di Bangkok (paling juga local prostitute disana lah, pikirku selalu). Sedangkan Aldi seperti cowok indonesia rata2. Udah married. Mukanya cukup keren namun badannya tegap tapi biasa aja.
Sampai di Vertigo, aku langsung meninggalkan cowok2 itu untuk mencari si Citra. Ternyata dia udah asiknya goyang2 sendiri dipojokan bersama laki2 yang tidak kukenal. Aku diberinya sebutir E olehnya yg langsung kutelan diam2, dan aku langsung pamit untuk kembali ke Tom dkk. Belum terasa apa2 aku terus dancing2 sensual di depan cowok2 bule tadi. Aku tahu mereka memperhatikan badanku yg terbalut tube-dress putih yg menyala karena UV-light di Vertigo. Terutama Aldi sepertinya cukup horny memperhatikan liuk-liukan tubuhku. Ia terus menerus memandangiku dengan tatapan yang tajam. Walaupun aku tidak tertarik secara fisik dengannya, aku sengaja mau teasing dia dengan berciuman dengan Tom yg bernafsu sambil menatap matanya dalam2. Ia hanya menatapku dengan dingin.
Tak lama kemudian inex di badanku mulai ‘on’! Aku sudah tidak peduli apa2 dan naik ke meja kita. Aku goyang tanpa malu. Shane juga naik ke atas meja dan kita bikin pertunjukan hebat selama (aku kira2) 1 jam lebih.
Aku keringatan tak karuan dan tubuhku benar2 cape. Efek E juga sudah mulai buyar. Aku terduduk di sofa dan memejamkan mata sebentar. Karena efek obat gila-ku aku dapt melihat pola2 yg aneh di kegelapan mataku. Saat aku dengan lemas membuka mataku kembali, aku melihat di kejauhan Shane sudah hook-up dengan cewek di bar, Robert entah dimana. Dan Tom juga sedang tertawa2 dengan cewek yang baru ditemui-nya. Aldi ada di sebelahku, duduk di sofa corner yg cukup redup. Aku menghadap ke arahnya dan bengong melihat jendolan kontolnya di jeans-nya. Ia mengusap pipiku.
Aku tidak bisa berhenti melihat ke selangkangan Aldi. Sepertinya kontolnya udah keras sekali. Tanpa sepatah katapun ia menarik badanku ke dekatnya. Dibuka kakiku dengan kasarnya. Aku terkejut sekali. Jari2nya yang kasar menyusup ke balik dress-ku. Terus, terus naik menyusup dari samping panties-ku ke liang memekku. Dengan kasar jempolnya dimasukkan ke dalam memekku dan telunjuknya mengorek2 lubang pantatku. Ia tersenyum dingin.
Aku melirik ke arah Tom. Ia sedang tidak melihat ke arahku.
“Please stop, nanti ada yg lihat!” pintaku. Aldi mencabut jari dan jempolnya dan memasukkan keduanya ke dalam mulutku. Entah kenapa aku mengulum jari2nya. Ia tertawa merendahkan. Seakan2 aku seorang perek yg senang kalau dibayar hanya Rp.5000,-.
Tidak banyak yang kuingat dari malam itu. Paginya aku terbangun disebelah Tom, yg sepertinya mengentotku waktuku sedang tidur lelap. Aku langsung bangun dan mandi. Kepalaku masih terasa berat sekali waktu ada bunyi sms di hp-ku.
Aku baca, dan cukup kaget juga: “Datang ke apartemenku besok malam!,” tertulis alamat di bilangan kuningan. “Jangan lupa pakai baju yang sexy. -Aldi-”

Lubang pantat Nadya
Seharian aku nggak bisa konsentrasi di kantor. Sepertinya pada saat ini separuh kantorku sudah diceritakan sama Emir dan Michael, kalau aku seorang ‘bispak’. Tapi aku tidak memikirkan hal itu. Yang ada di benakku hanyalah ‘date’-ku sama Aldi yang ia bikin sepihak. Aku dari pagi udah siap2 dengan lingerie yg sexy di bawah baju kantorku dan terasa memekku semakin sore semakin basah. Akhirnya kerjaanku pun selesai dan aku meluncur ke alamatnya Aldi. Apartement-nya cukup megah, namun terlihat bahwa masih baru dan masih kosong penghuninya. Aku pun naik lift ke lantai 22. Di dalam lift aku memasukkan tanganku ke dalam rok mini-ku. Gila! Udah banjir pasti udah keliatan noda basah cairan memek dari luar panties-ku!
Pelan2 ku ketok pintu apartment. Sejenak tidak ada yang menjawab dan akupun berniat untuk kabur saja. Ternyata terdengar suara dari dalam: “Anissa! Silahkan masuk! Dan kunci pintunya!”
Sialan. There’s no escape now! Aku beranikan diriku dan membuka pintu. Di dalam semuanya gelap. Kamar2 pun masih cukup kosong. Sepertinya si Aldi baru pindahan kesini! Aku mengikuti lorong menuju kamar tidur. Disna kulihat seorang wanita berbadan tinggi dengan rambut coklat panjang terurai telungkup di atas tempat tidur yang besar. Ia telanjang bulat, tanpa sehelai benang pun. Dan sepertinya ia sedang tidur atau sedang tidak sadar. Di belakangnya, bersender di tembok, Aldi duduk dengan santai. Ia sepertinya sedang high dan terlihat ia sedang menyiapkan strip cocaine di atas meja kaca disamping tempat tidur.
“Ah, akhirnya kamu datang!” sapanya. “Perkenalkan, ini istriku Nadya. Sayang dia udah gak sadar. Kamu sih telat datangnya! Cantik nggak dia?” Aku hanya mengangguk. Ia menghirup strip cocaine-nya dengan hidungnya. Ia menikmati rasanya sejenak. “Kamu mau juga?” ia menawarkan strip berikutnya untukku. Sudah lama sekali aku tidak ‘neken’ cocaine. Abis mahal juga sih! Aku mengangguk dan mendekati meja. Aku duduk di lantai dan menghirup habis strip buatku. Rasanya langsung naik ke kepala. Enak sekali. Aku terasa seperti melayang. Aku tersenyum nakal ke arah Aldi sambil menjilat bibirku. Aldi menarik badanku ke atas kasur dan mencium bibirku… Ia menjulurkan lidahnya yang hangat kedalam mulutku. Aku hanya melenguh.
“Mau lagi?” tanyanya sambil meremas2 buah dadaku. Aku mengangguk. Ia sisihkan lagi satu baris buatku dia atas meja kaca. Tapi, waktu aku mau bergerak untuk menghirup bubuk tersebut kepalaku didorongnya dengan kasar! Aku bingung.
“Sebentar dulu! Kamu kok nggak mikirin tuan rumah sih. Kamu nggak kasihan tuh sama si Nadya?” ia menunjuk ke arah bagian pantat Nadya. Aku baru melihat bahwa di sekitar lubang pantatnya menggenang sperma banyak sekali. “Sana! Kamu bersihin dulu. Baru kamu boleh neken lagi!”
Antara rasa jijik dan pengen dapat bubuk setan itu sekali lagi aku benar2 bingung. Dengan iri aku melihat Aldi menghirup cocaine yang tadinya untukku.
”Ayo, say, jangan malu2!” katanya sambil tertawa mengejek.
Namun sepertinya aku udah nggak bisa mikir panjang. Aku naik ke atas tempat tidur dan pelan2 membuka pahanya Nadya. Banyak sekali sperma yang keluar dari lubang pantatnya. Aku melihat sekali lagi ke Aldi. Ia hanya tersenyum. Aku menundukkan kepalaku sambil membayangkan bagaimana Aldi tadi mengentot pantat istrinya sampai ia muncrat di dalam duburnya yang sempit. Bau khas yang tajam menusuk hidungku. Aku mulai menjulurkan lidahku dan dengan sedikit ragu2 mulai menjilat sperma yang ada di sekitar lubang pantat wanita tersebut. Gila! Aku sudah benar2 gila! Nggak tahu kenapa sepertinya aku sangat terangsang melakukan ini.
Tidak lama kemudian aku mulai menjilat tanpa ragu2. Nadya benar2 cewek yang cantik. Pantatnya indah sekali. Penuh dan sekel. Aku benar2 jadi buas menelan semua spermanya Aldi yang kental itu. Aldi hanya memandangku dengan dingin: “Ayo, say, di dalam pantatnya masih banyak kok!” Aku merasa kotor sekali… Menjilati sperma laki2 yang aku hampir tidak kenal dari lubang pantat istrinya…. Entah kenapa memekku berdenyut2 pengen dientot. Aku semakin gila menjilatinya. Aku tusukkan lidahku ke dalam lubang pantatnya Nadya yang licin. Benar saja! Di dalam lubangnya masih ada banyak lagi spermanya Aldi! Aku membuka lubangnya dengan jari2ku dan keluar meleleh peju yang banyak yang langsung kutelan. Aku dengar Nadya melenguh dalam tidurnya dan mengencangkan otot anusnya.
Lidahku terasa terjepit dan aku tusukkan lebh dalam lagi, hingga wajahku menempel ke buah pantatnya yang berlendir. Aku memainkan memekku dari luar baju, aku tidak bisa menghentikan permainan ini. Aku menempelkan bibirku seperti french-kissing lubang pantatnya Nadya. Spermanya Aldi mengalir tanpa hentinya kedalam mulutku!
”Please give me some coke!” rengekku sambil mendongakkan wajahku. Aku baru sadar kalau Aldi sedang memrekam semuanya dengan handycam yang dia sembunyikan sebelumnya. Aku sudah tidak perduli.
”You can do better, babe! Ayo terusin!” paksanya sambil mengeluarkan kontolnya yang udah tegang. Aku menjulurkan lidahku dan menusukkannya ke dalam pantatnya Nadya sambil tetap melihat nakal ke kamera. Aku memutar2 lidahku di sekitar otot anusnya.
”Please…” rengekku.
Aldi hanya tersenyum. Sambil terus merekam adegan tadi, ia membuka sekantong cocaine dan menaburkannya ke atas batang kontolnya yang ia basahkan dengan ludahnya. Aku langsung melahap kontolnya dengan mulutku. Rasanya nikmat sekali! Aku menyepongnya dengan keras. Aku maju-mundurkan kepalaku sampai terasa kontolnya di tenggorokanku.
”Mpppppppphhhhhh….” aku hanya melenguh… benar2 high….
Aku mengokoknya sekuat tenaga dan tidak lama kemudian spermanya muncrat kedalam tenggorokanku. Aku tersedak, namun Aldi menahan kepalaku. Aku terbatuk2, hampir kehabisan udara.
Aldi hanya memandangku dengan dingin.
”Bajingan kamu!” umpatku sambil terbatuk2. Aldi hanya tersenyum.
”Ya udah pergi sana!”
Aku bingung. Mungkin karena aku masih high banget, tapi mungkin juga karena aku tidak pernah diperlakukan sekasar ini.
”Udah keluar sana! Pulang ke suamimu!”
”Bajingan!” umpatku sambil menangis. Dengan muka yang masih basah oleh spermanya aku berlari keluar apartemennya Aldi. Belum pernah aku diperlakukan serendah itu.

Kangen
Sejak malam itu tidak ada kabar apapun dari Aldi. Sepertinya dia memang bajingan yang hanya ingin memanfaatkanku untuk sex saja. untuk menghubungiku. Tetapi entah kenapa aku menunggu2 dia sms atau telfon. Aneh, padahal physically dia sama sekali bukan tipeku. Di sisi lain aku juga masih terlalu sakit hati buat make the first move - aku yakinkan saja diriku kalau aku tidak mau ketemu bajingan itu lagi seumur hidup.
Entah kenapa akupun tidak cerita tentang pengalamanku dengan Aldi sama suamiku. Padahal aku ngentot sama laki2 siapapun juga pasti cerita kepada Tom - namanya juga kita menganut paham swinging lifestyle! Mungkin aku merasa terlalu hina untuk menceritakan ke Tom, bahwa aku membersihkan lubang pantat istrinya Aldi dengan lidahku. Aku takut se-toleran2nya suamiku, ia pun mungkin merasa jijik terhadapku.
Kira2 empat hari berlalu tanpa kejadian apa2. Di kantor orang2 semakin memandangku dengan aneh. Pete juga mulai genit2 lagi denganku. Namun semua itu tidak terfikirkan olehku. Yang ada di kepalaku hanyalah kejadian malam itu… dan setiapkali aku memikirkannya memekku jadi basah dan aku harus pergi ke wc buat masturbasi. Hari rabu aku sampai 4 kali masturbasi!
Menjelang akhir minggu aku rasnya ingin sekali menelfon Aldi. Malam harinya aku tidak bisa tidur. Tom mengajakku having sex, tapi aku menolak. Dengan menggerutu dia tertidur. Aku benar2 tidak bisa tidur. Akhirnya aku memain-mainkan memekku sambil sekali lagi aku membayangkan dientot oleh Aldi. Kangen rasanya; ingin sekali aku merasakan asinnya sperma Aldi sekali lagi.

Nggak Tahan!!!
Satu minggu pas berlalu tanpa ada kabar dari Aldi. Weekend berlalu tanpa kejadian yang seru. Dan hari Senin itu aku suntuk sekali karena harus lembur sampai jam 8 malam dengan tim-nya Emir yang tak henti2nya nyengir2 kaya’ anak SD setiap kali aku lewat depan cubicle mereka.
Waktu berlalu pelan sekali. Akhirnya kerjaan kita selesai juga dan aku naik mobilku untuk pulang. Di jalan ku telpon kerumah. Sepertinya Tom juga belum pulang. Paling juga dia nyari ‘ayam’ karena gak aku kasih udah satu minggu ini. Dasar bule!
Aku pun dapat ide nekat. Aku putar balik ke arah apartemennya Aldi. Sepanjang jalan ke arah apartmennya aku merinding membayangkan aku bakal diapakan olehnya.
Aku pencet tombol bel apartemen. Terdengar suara langkah kaki. Aku senewen sekali. Sesosok wanita di usia akhir 20 tahun-an, yang memakai gaun mandi silk berwarna merah maroon membukakan pintuku. Terlihat cleavage-nya yang dalam dan puting susunya yang tercetak di bahan gaun. Rambutnya acak-acakan dan matanya terbuka sayu. Ia hanya memandangku dengan pouty lips-nya yang sexy abis – Nadya! Baru sekarang aku melihat dengan jelas wanita yang waktu itu kujilat habis2an lubang pantatnya yang penuh sperma!
Kami hanya berpandangan.
“Datang juga kamu akhirnya!”
Lamunanku buyar mendengar suara Aldi memanggil dari dalam kamar.
“Nadya, baby! Biarkan dia masuk!”
Tanpa berkata apa2 Nadya mempersilahkan aku masuk. Baru sekarang aku bisa melihat Aldi. Ia melilitkan handuk di pinggangnya. Sepertinya ia baru saja habis mandi.
“Aku pikir kamu nggak mau kesini lagi, say? Waktu itu manggil aku bajingan, ternyata doyan juga ya?” tanyanya dengan dingin.
Aldi menghampiruku dan mencium mulutku. Ku julurkan lidahku sedalam mungkin. Aku benar2 kangen! Ia meremas2 pantat dan toketku dari luar baju kantorku. Terasa tonjolan kontolnya yang keras. Sementara itu Nadya hanya menundukkan kepalanya, seakan tidak sopan kalau menonton kita bercumbuan seperti itu. Aku benar2 terangsang making-out dengan Aldi didepan istrinya yang nerima saja kelakuan suaminya yang gila begitu.
Aldi mendorong tubuhku untuk berjongkok. Aku sudah mengerti dan melepas handuknya sehingga batang kontolnya yang tegang mencuat ke atas. Aku sedot2 sebisaku sambil meraba2 otot paha dan pinggulnya yang kekar. Aku ingin ia cepat2 keluar di mulutku agar aku bisa merasakan spermanya yang nikmat itu. Namun setelah kira2 dua atau tiga menit ia mencabutnya dari mulutku. Kontolnya dirahkan ke mukaku sehingga muncrat membasahi mukaku. Aku berusaha menangkap sebagian spermanya dengan mulutku, namun hanya sedikit yang tertelan olehku.
Tanpa ba-bi-bu, Aldi menjauh dariku dan duduk di sofa.
“Sini Nad, bersihin!” perintahnya dengan santai. Istrinya pun datang dengan nurut. Tanpa mengatakan apa2 ia tiduran disamping Aldi dengan kepalanya di pangkuan Aldi. Sambil memandangku penuh birahi Nadya menjilat2 dan membersihkan kontolnya Aldi yang basah dengan spermanya. Aku iri sekali rasanya. Aku bangun untuk ikut menjilatnya, namun Nadya mendorongku agar menjauh dengan kakinya. Seakan2 ingin menikmatinya sendiri.
“Di… Please aku butuh dientot!” rengekku, udah nggak ada rasa malu atau harga diri lagi… “Please dong… Entot aku!”
Aldi hanya menatapku dingin dan berkata: “Kamu pulang dulu deh, Nissa. Aku lagi males ngentotin kamu. Udah! Pulang sana!”
Untuk kedua kalinya aku diusir dari tempat itu. Namun aku tahu ini bukan yang terakhir.

Kado dari Aldi
Tanpa dipuaskan sama sekali aku pulang ke rumah. Tom malam itu tidak pulang. Sepertinya dia dapat perek yang bisa dientot olehnya. Lucky guy!
Aku tidak ada pilihan lain selain masturbasi lagi sambil membayangkan dientot sama Aldi. Aku juga tidak bisa melupakan tatapan Nadya yang horny saat ia membersihkan kontol suaminya.
Paginya sebelum aku berangkat kerja, Tom pun pulang.
“Baby i missed u so much!” kataku sambil merangkulnya! Ia masih kesal namun aku paksa dia untuk mengentotku saat itu, disitu juga. Akhirnya aku pun keluar! Finally. Tapi sepertinya Tom tidak keluar banyak. Aku tidak tau perek bule siapa yang sekarang jalan2 dengan memek becek karena suamiku.
Kegiatan pagi hariku di kantor benar2 membosankan. Aku diajak pergi lunch dengan Pete dan Mark (orang departemen Media) ke JW Marriot. Sepanjang lunch Pete meremes2 pahaku terus menerus. Aku biarkan, namun tidak aku tanggapi juga.
Kira2 30 menit setelah lunch, aku dapat telfon dari resepsionis. Katanya ada orang mau ketemu dengan saya. Karena emang aku menunggu tamu orang dari production house, saya pun ke lobby.
Betapa kagetnya diriku melihat Nadya duduk menunggku. Ia dandan benar2 seperti supermodel. Sendal berhak tinggi, rok super-mini, tank-top yang aku kira dipakainya tanpa bh dan dandanan yang cukup rapih. Namun kecantikannya benar luar biasa, sehingga ia tidak terlihat murahan sedikit pun. Aku juga baru menyadari betapa besar dan kencangnya kedua toketnya. Saat melihatku ia berdiri. Aku bingung harus berkata apa, untung aku dapat akal untuk membawa dia ke ruang meeting yang kosong – daripada jadi awkward dan orang2 mulai gossip aneh2 lagi!
Aku tutup pintunya. Aku berbalik dan ternyata Nadya sudah duduk diatas meja. Sebelum aku sempat be tanya apa2, ia berkata: “Ada kado dari Aldi. Aku disuruh mengantarkannya ke kamu…” Aku baru sekali ini mendengar suaranya. Lembut, lemah, hampir seperti ABG.
Aku tidak mengerti apa yang dimaksud olehnya. Tetapi tiba2 yang mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Mengangkang selebar-lebarnya! Astaga! I can’t believe it! Nadya tidak memakai panties! Dari jarak 1 meter aku bisa mencium bau khas memek yang basah tercampur dengan bau peju! Benar saja… Ternyata memeknya Nadya sepertinya abis dientot dan dijadikan penampungan sperma!
Sambil membuka lubang vaginanya dengan jarinya ia menatapku dengan sayu: “Kamu harus habisin katanya Aldi, kalau besok2 mau datang ke rumah lagi!”
Aku tak tau lagi harus bagaimana? Aku merasa kotor sekali melakukannya namun aku juga terangsang tiada taranya! Aku langsung menyambar memeknya Nadya! Mulutku kutempelkan di bibir memeknya sambil aku sedot2 isi sperma yang ada. Hidungku bergesekan dengan klitorisnya! Iya, aku memang pelacur murahan yang gunanya hanya untuk menelan sperma!
“Hmmmmgh….hmmmgh…” Nadya mengerang kecil… Tangannya menahan kepalaku agar menghisap lebih kuat lagi. Otot2 memeknya berkontraksi sehingga menekan keluar sperma di memeknya… “Ohhhh… Nadya… I love your pussy! Basah sekali sayang! Basah sekali!” Pahanya yang halus dan langsing menjepit kepalaku. Aku menjilat memeknya dari bawah ke atas, menjilat2 dari dekat lubang anusnya sampai ke klitorisnya… Nadya mengerang cukup keras.
”Oh my god…” kataku diantara jilatan, ”..banyak sekali spermanya! I can’t believe this!”
Memang sepertinya sperma yang tertampung di dalam memek Nadya jauh lebih banyak daripada waktu terakhir saat aku ‘membersihkannya’.
Ia membisikkan ke telingaku terengah2: “Kamu aneh ya, kok spermanya banyak begini?”
Aku hanya menganggukkan kepala sambil terus menyedot cairan asin peju dari lubang kenikmatannya yang tiada habisnya.
“… Karena… Ini… Sperma…kumpulan… dari 4 cowok yang berbeda… yang baru saja mengentotku sebelum aku kesini…” Aku seperti mau pingsan! Pelacur paling rendahan pun mungkin tidak akan melakukan ini! 4 orang! Tanpa menyentuh memekku pun aku orgasme! Bersamaan dengan Nadya yang membanjiri mulutku dengan asamnya cairan kewanitaanya!
Dengan muka belepotan sperma aku terhempas di salah satu kursi ruang meeting. Nadya mencium bibirku dan lidahnya menjulur2 ke dalam mulutku menyedot2 sisa2 sperma yang ada dimulutku. Ia juga menjilat2 lelehan sperma yang mengalir ke daguku. Sepertinya lidahnya udah jago sekali dalam jilat-menjilat. Ia mencium keningku dengan penuh kasih sayang dan meninggalkanku di ruangan meeting itu tanpa berkata apa2. Sambil membersihkan mukaku aku bertanya2 pada diriku mengapa aku bisa jatuh serendah ini.

Hubby dan Ayam
Dua minggu telah berlalu dari kejadianku di boardroom sore itu. Selama dua minggu ini aku sebelum pulang ke rumah mampir apartmennya Aldi dulu. Ya, aku telah menjadi budak nafsunya Aldi dan istrinya, Nadya. Setiap malam aku diperlakukan seperti pelacurnya Aldi. Kadang2 aku beruntung dan diperbolehkan untuk menyepong penisnya Aldi sampai ia muncrat di tenggorokanku, hari2 lain, aku hanya boleh menonton bagaimana ia mengentot Nadya dan aku diperbolehkan membersihkan spermanya dari lubang2 istrinya yang cantik itu. Beberapa kali aku benar2 beruntung dan aku dientot oleh Aldi, walaupun kasar dan tidak mempedulikan orgasme-ku. Aku juga jadi sedikit nyandu cocaine. Karena setiap kali aku datang kesana, selalu aku disuguhkan bubuk putih itu.
Namun, the worst thing is, aku belum berani juga cerita kepada Tom. Aku tahu ia sudah curiga, kalau aku punya affair, namun aku benar2 takut kalau ia marah if he finds out that I’m a cum-loving slave for his friend, Aldi!
Hubunganku dengan hubby makin lama makin renggang. Sekarang Tom sering sekali pulang malam. Dan badannya selalu terlihat lemas seperti abis ngentot. Aku sudah ngira kalau dia suka makai ‘ayam’ bersama dengan teman2 bule-nya yang lain.
Hari jumat yang lalu terjadi hal yang cukup gila juga menurutku. Seperti biasa aku pulang dari tempatnya Aldi sekitar pukul 10 malam. Malam itu aku sial. Aku hanya diperbolehkan menjilat2 kakinya Nadya sambil menonton bagaimana ia dientot oleh suaminya. Aku neken coke cukup banyak malam itu, jadi saat aku sampai rumah, aku sudah setengah sadar. Tom seperti biasa belum pulang. Tanpa mandi aku hanya membuka bajuku (aku selalu tidur naked!) dan ambruk di tempat tidur.
Kira2 jam 4 pagi aku setengah terbangun mendengar tawa cekikikan seorang perempuan. Dan juga suara Tom yg berat.
“Oh my god! Who’s this?” tanya si cewe’ dengan logat indo yg jelas - pasti ‘ayam’, sempat terlintas di otakku yang masih burem.
“That’s my wife!” kata hubby-ku tertawa, “Don’t bother ’bout her. She’s fuckin’ stoned!”
Tom menidurkan pereknya di sampingku. Dengan posisiku yang menghadap ke jendela aku memunggungi dia. Aku tak kuat untuk bangun, namun aku bisa mendengar Tom mengentotnya dengan kasar.
“Please, go slowly baby!”
Tom hanya mendengus. Memang memang Tom suka sekali ‘memakai’ cewe’ dengan kasar!
“Fuck baby, you hurt me! God! You split me open!”
Tiba2 tubuh cewek itu menekan ke punggungku. Toketnya yang besar dan kenyal terasa menempel di belakangku. Ia mulai menangis: “Please baby! Slower! My ass hurts!” Sentakan2 Tom terasa di punggungku. Setiap kali ia memasukkan kontolnya ke anus pereknya, terasa toketnya menekan punggungku. Aku terfikir untuk bangun tapi aku terlalu lemas.
“Ahhhhrggg, tolong, jangan! Jangan!” ia teriak2 tak karuan. Karena tak tahan merasakan sakitnya perkosaan Tom rasa di lubang pantatnya, ia mencengkramkan kuku2 jarinya yang panjang ke pundak dan toketku. Aku masih teringat mendengar Tom melenguh puas.
Besok paginya aku terbangun dengan sesosok wanita yang telanjang merangkulku dari belakang. Aku baru sadar bahwa ini adalah perek yang di bawa oleh suamiku tadi malam. Aku terduduk. Tom sudah pergi kantor.
Ada beberapa uang ratusan ribu di samping cewek itu diatas tempat tidur. Aku membelai rambutnya. Ia lumayan cantik buat seorang pelacur - sedikit ‘kampungan’ mungkin. Tapi masih sangat muda. Paling2 baru 16 tahun. Ia berkulit hitam gelap, dengan muka khas Jawa. Namun ada satu hal yang luar biasa di tubuhnya - Toket yang gede banget buat badannya. Aku penasaran. Aku remas toketnya. Tetapi ia tidak bergeming. Aku cubit nipple-nya. Ia tetap diam. Mungkin ia terlalu capek buat bangun, pikirku.
Aku mulai horny melihatnya tak berdaya seperti itu. Aku membelai perut, pinggang dan pinggulnya, turun ke pantatnya. Ia begitu muda. Aku baru ingat, ia semalam di sodomi sama Tom! Aku buka perlahan2 buah pantatnya dan terlihat lubang anusnya yang merah menganga. Cairan peju suamiku masih mengalir keluar dan menggenang di kasur. Aku mulai memainkan memekku. 2 jariku dari tangan satunya lagi aku selipkan ke dalam lubang anusnya. Setelah basah aku tusukkan jari2ku tadi kedalam memeknya. Badannya bergerak sedikit. Terasa sekali otot memeknya yang menjepit jari2ku. Aku baru sadar kalau didekat memeknya banyak bekas cupang. Entah Tom, atau customer lain. Aku entot memeknya pelan2 dengan jari2ku. Ia melenguh dengan lemas. Aku meludah ke memeknya. Jadi licin sekali! Aku masukkan 3, terus 4 jari. Aku suka sekali melihat memeknya yang muda itu menjepit dengan keras jari2ku. Aku keluar-masukkin lebih cepat lagi. Aku melihat bagaimana lubang pantatnya tertekan dan sperma di dalamnya membusa keluar. Gemes aku rasanya! Dan horny sekali! “Hari ini aku bakal bolos kerja nih kaya’nya,” pikirku. Aku memejamkan mataku dan aku julurkan lidahku kedalam lubang anus yang penuh sperma didepanku….