Hari itu aku yang sedang libur kerja bersantai-santai di rumah sambil bermain Handphone. Saat itu seluruh keluargaku, kecuali Dewi, sedang pergi ke Mal untuk membeli keperluan bulanan. Aku tidak berminat ikut dengan mereka karena sekarang sedang tanggal tua.
“Teh, Dewi keluar sebentar ya! Mau ke rumah teman dulu. Nanti kalau ada telepon dari teman Dewi yang namanya Benny, suruh langsung datang ke rumah aja. Dia mau ngerjain tugas kampus bareng Dewi…” kata Dewi yang sudah terlihat siap mau pergi.
“Ok deh adikku yang cantik…!” candaku.
“Makasih ya Teh…” jawab Dewi sambil tersenyum kemudian bergegas pergi.
Tidak lama setelah Dewi pergi, telepon rumah berdering. Ketika aku angkat ternyata dari salah satu teman Dewi yang bernama Benny. Sesuai pesan Dewi, maka aku menyuruh Benny untuk langsung datang saja ke rumah. Sekitar 20 menit kemudian, kudengar ada suara ketokan di pagar depan rumahku. Setelah aku membuka pintu rumah untuk melihat siapa yang datang, ternyata ada 3 orang anak muda sedang berdiri di depan pagar rumahku.
“Maaf, mau nyari siapa ya?” tanyaku.
“Saya Benny, temen kampusnya Dewi. Dewinya ada Kak?” jawab salah satu dari mereka.
Ternyata Benny tidak datang sendirian, melainkan dengan dua orang yang kemudian aku tau mereka juga teman kelompoknya Dewi.
“Dewi masih di rumah temannya. Tunggu di dalam aja yah, mungkin sebentar lagi Dewi pulang…” kataku mempersilahkan masuk.
“Makasih Kak…” sahut mereka hampir bersamaan.
“Dasar Dewi! Temannya kok cowok semua sih…” gumamku pelan saat mereka sedang membuka pintu pagar.
Setelah berkenalan, aku baru tau nama dua orang teman Dewi yang lain, yaitu Didit dan Erwin. Secara fisik, mereka berwajah biasa-biasa saja. Benny berkulit sawo matang, kurus, berambut cepak dan dekil. Sedangkan Didit dan Erwin tidak jauh berbeda dengan Benny, tapi mereka berkulit lebih hitam, keduanya berambut keriting. Menurutku mereka semua lebih mirip berandalan daripada mahasiswa. Walaupun aku tidak pilih-pilih dalam berteman, tapi aku jadi merasa risih dengan penampilan mereka.
“Kok Dewi mau sih berteman dengan mereka…” pikirku dalam hati.
Sekedar berbasa-basi, aku menemani mereka ngobrol di ruang tamu. Pada awalnya obrolan kami hanya di sekitar kegiatan kampus mereka saja. Hari itu aku memakai kaos longgar warna krem tanpa bra dengan bawahan celana pendek ketat warna putih. Selagi mengobrol, terkadang aku menangkap mata mereka melirik ke arah payudara dan pahaku. Tapi karena mereka adalah teman-teman adikku, maka aku berpikiran positif saja. Apalagi usia mereka juga baru 18 tahunan, jadi masih anak kecil menurutku.
“Kok kakak nggak ikut pergi sama keluarga? Gak bosen di rumah sedirian…?” tanya Erwin.
“Kakak lagi malas ikut. Lagian banyak godaan kalo liat barang-barang bagus. Kakak takut boros nih…” candaku.
“Emang Kak Tita ngapain aja kalo lagi sendirian gini? Nggak takut ada orang masuk apa? Untung aja kami dateng ya. Jadi bisa jagain Kak Tita deh…” kata Benny bercanda.
Aku menjawab dengan sedikit menggoda “Bener nih mau jagain kakak? Ya udah kalo gitu temenin kakak aja ya sampai Dewi pulang…”
Mereka pun malu-malu mendengar jawabanku, mungkin karena mereka melihat wajahku yang seperti cewek pendiam, namun ternyata bisa juga menggoda mereka. Setelah saling pandang sejenak, mereka bertiga akhirnya setuju untuk menemaniku sampai Dewi pulang. Mungkin tadinya mereka merasa sungkan berlama-lama karena Dewi tidak ada di rumah, namun pikiran mereka berubah setelah aku bersikap ramah.
Aku kemudian menyuguhkan minuman dan kue ringan untuk mereka. Aku sempat merasakan mata mereka sedang melihat ke arah payudaraku yang tidak terbungkus bra saat aku sedang menunduk untuk menaruh mimuman di atas meja. Apalagi kaos yang aku pakai saat itu longgar, sehingga pemandangan tersebut pasti membuat mereka menelan ludah. Tapi aku masa bodoh dengan hal tersebut.
Setelah lama berbincang, ternyata mereka semua orangnya ramah dan enak diajak ngobrol mulai dari topik yang ringan sampai obrolan-obrolan yang agak serius. Sambil makan dan minum kami mengobrol dan bercanda panjang lebar.
Sedang asyik-asyiknya mengobrol, aku mendengar bunyi SMS masuk ke HP-ku. Ternyata dari Dewi yang berisikan dia akan pulang sekitar 2 jam lagi, karena masih ada urusan dengan temannya. Setelah memberitahu ke Benny, Erwin dan Didit, ternyata mereka tidak keberatan untuk menunggu selama itu. Kemudian kami melanjutkan obrolan yang sempat terputus.
Di tengah obrolan Benny bertanya “Kalo kakak pacaran ngapain aja sih?”
“Kayak orang pacaran biasa aja. Paling nonton sama makan aja…” jawabku.
“Bukan itu maksud Benny Kak. Maksudnya sampai sejauh mana pacarannya?” tanya Benny lagi yang sepertinya belum puas dengan jawabanku barusan.
“Oh itu maksud kamu Ben? Kalau kakak sih pacarannya paling sampai sebatas ciuman aja. Hayoo pasti kamu udah mikir yang macam-macam ya!?” aku sengaja berkata seperti itu agar membuat mereka menjadi salah tingkah.
Benar saja seperti dugaanku tadi, begitu mendengar jawabanku barusan wajah mereka pun mulai memerah karena malu. Kemudian karena takut aku marah akibat pertanyaan Benny tadi, mereka semua hanya tertunduk tanpa berani berbicara sepatah kata pun. Suasana ruangan yang tadinya ramai oleh obrolan kami berempat mendadak menjadi sepi.
“Kak Tita, bosen nih ngobrol sambil makan doang. Boleh nonton DVD nggak? Kebetulan Didit bawa Film bagus neh…” kata Didit memecah kesunyian.
“Boleh aja…! Kakak juga suka nonton Film. Yuk kita nonton di ruang tengah…” kataku tanpa curiga DVD apa yang Didit bawa.
Akhirnya kami berempat duduk di sofa ruang tengah untuk siap-siap menonton. Ternyata begitu DVD diputar, aku sempat kaget karena ternyata Film yang Didit bawa adalah Film porno. Namun aku tetap tidak beranjak dari tempat duduk karena adegan-adegan di film tersebut membuat aku penasaran. Ruang tengah itu menjadi hening karena semua terpaku pada layar TV. Walaupun aku sedang serius menonton, namun aku sadar kalau mata mereka melirik ke arah pahaku. Setelah kira-kira 45 menit lamanya, Film itu pun berakhir.
“Kakak serius banget sih nontonnya tadi?” ledek Benny.
“Kayak kamu nggak serius aja Ben!” aku membalas ledekan Benny sambil tersenyum.
Kemudian aku bertanya iseng kepada mereka “Kalian bertiga pernah nggak melakukan kayak di Film tadi?”
Mereka semua menggeleng dan berkata “Belum Kak. Emangnya Kak Tita udah pernah?” tanya Didit penasaran.
Tanpa terlebih dahulu menjawab pertanyaan Didit, aku menyuruh Benny dan Didit yang duduk mengapitku agar lebih mendekat kepadaku. Sedangkan Erwin yang duduk paling ujung, aku suruh duduk di depanku.
Setelah mereka semua mengelilingiku, aku berkata “Mau nggak kalian Kakak ajarin supaya jadi pria dewasa?”
“Ma-maksud Kak Tita apa sih?” tanya Didit dengan gugup.
“Begini maksud Kakak…” kataku sambil meraih tangan Didit dan Benny lalu ditaruh di kedua payudaraku.
Mereka berdua tampak kaget sekali waktu itu.
“Kak, kalo Dewi tiba-tiba pulang gimana dong?” kata Benny khawatir.
“Dewi pulangnya masih sekitar 1 jam lagi kok…” jawabku menenangkannya.
Kemudian aku meraih tangan Erwin dan meyuruhnya meraba-raba di sekitar paha dan kemaluanku. Aku yang masih berpakaian lengkap menikmati saat Benny dan Didit meraba-raba payudaraku. Aku dapat merasakan putingku mulai menonjol karena sudah terangsang.
Sekarang Erwin berusaha menarik lepas celana pendekku sedangkan Benny membuka kaosku. Jadi sekarang tubuhku hanya dibalut celana dalam warna putih transparan. Terlihat jelas lekukan garis kemaluanku yang tanpa bulu itu.
Payudaraku yang berukuran kecil namun padat serta putingnya yang kecoklatan itu membuat nafsu Benny bangkit, tanpa diperintah lagi dia mengulum puting kiriku, sementara puting kananku dikulum Didit. Erwin membuka lebar pahaku dan mengelus-elus belahan di tengahnya yang masih tertutup celana dalamku.
Lidah Benny mulai naik ke leher, pipi hingga akhirnya aku berciuman dengannya. Aku lalu membuka mulut membiarkan lidah Benny bermain-main di dalamnya. Aku pasrah saja mengikuti irama tarian lidah Benny sambil memejamkan mata. Permainan lidahnya benar-benar membuat sesak nafasku. Benny mulai terangsang, kurasakan dari nafasnya yang kacau.
“Enak nggak ciuman sama Benny Kak?” tanya Benny di sela-sela berciuman denganku.
Aku yang sedang kesibukan melayani serangan lidahnya, hanya menjawab dengan anggukan. Sementara itu tanganku mulai membuka resleting celana jeans milik Benny lalu masuk ke celana dalamnya.
Batang kemaluan Benny yang sudah tegang sejak tadi seakan-akan mau meledak saja begitu tanganku mulai mengocoknya. Didit yang duduk di sebelah kanan masih terlihat menikmati payudaraku, sedangkan tangannya mulai masuk ke dalam celana dalamku. Sehingga sekarang kemaluanku sedang dimainkan oleh Erwin dan Didit. Aku merasakan celana dalamku juga sudah mulai basah oleh cairan vaginaku.
“Aaaaahhh… Kaliaaan hebaaat bangeet sihh! Padahaaal kaliaaan bilaang beluuum pernaaah ngelakuiiin… Aaaaahhh…!” desahku yang semakin menikmati permainan mereka.
Mereka semua menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Tak lama kemudian aku melihat Erwin mulai melepas celana dalamku sehingga sekarang tubuhku sudah dalam keadaan telanjang. Ketiganya terlihat berdecak kagum serta jakun mereka naik turun melihat tubuhku yang sudah polos tanpa sehelai benang pun. Lelaki normal mana pun pasti akan tergiur oleh tubuhku yang mulus karena sering aku rawat dengan teratur.
Tangan-tangan kasar mereka mulai bergerilya lagi di sekujur tubuhku. Tubuhku bergetar merasakan sensasi nikmat yang melandaku. Seperti sudah direncanakan, Benny sekarang meraba-rabai tubuh bagian atasku, sedangkan Erwin dan Didit kelihatannya lebih tertarik pada bagian bawahku.
“Gue demen banget sama memeknya Kak Tita. Botak dan licin…!!” kata Erwin yang disambut tawa teman-temannya.
Erwin kelihatan sangat menikmati menggesekkan jari-jarinya pada bibir vaginaku yang sudah dalam keadaan sangat basah. Didit yang tadi hanya mengelus-elus pahaku menjadi tertarik untuk ikut merabai vaginaku. Hal tersebut tentu saja membuat nafasku semakin memburu. Tak cukup puas hanya memainkan vaginaku dengan jari, sekarang Erwin dan Didit mulai menjilati paha dan vaginaku bergantian. Kemudian aku mulai merasakan daging kecil di dalam vaginaku sedang dijilat, dihisap bahkan hingga digigit kecil oleh mereka.
Ulah mereka berdua membuatku berkelejotan “Ohhh… Ja-jangan kayak gitu… Kakaaak geliii nih…!! Aaaaaaahhh…”
Tanpa memperdulikanku kata-kataku tadi, Erwin dan Didit terus mempermainkan vaginaku.
“Ooohhh… Oooooooohhh… Enaaakk… Aaaaaaah…” aku hanya bisa mendesah pasrah.
“Baru pernah ngerasain yang kayak gini ya Kak?” ejek Benny sambil terus meremas payudaraku.
“Aaaaaaaaaaahhh…” tanpa menjawab pertanyaan Benny aku terus mendesah merasakan rangsangan pada seluruh otot-otot vaginaku.
Karena sudah dilanda birahi tinggi, aku yang ingin melanjutkan permainan ini ke tahap selanjutnya, berkata kepada mereka bertiga “Kalian buka baju juga dong. Kan nggak enak kalo cuma Kakak sendirian yang telanjang…”
Mendengar permintaanku tadi mereka pun mulai melepas baju. Mula-mula mereka masih merasa risih, mungkin karena baru pertama kalinya mereka telanjang di depan cewek, namun lama-lama mereka mulai terbiasa. Setelah mereka semua dalam keadaaan telanjang, aku berbaring telentang di lantai ruang tengahku. Erwin yang belum menikmati payudaraku mulai mengulum benda itu, sedangkan aku sendiri memainkan buah zakar Didit dengan tanganku.
“Eeeemmhh…” aku mendesah ketika merasakan pahaku dibuka lalu disusul rasa geli bercampur nikmat pada vaginaku.
Ternyata kini giliran Benny menjilati kemaluanku. Ia membenamkan wajahnya pada selangkanganku dan mulai menjilati vagina yang masih rapat dan tanpa bulu itu dengan rakus. Kedua jarinya merenggangkan bibir vaginaku sehingga terkuaklah bagian dalamnya yang merah dan berlendir itu. Darahku semakin berdesir merasakan lidah kasar Benny mengais-ngais vaginaku, terlebih lagi ketika lidah itu menyentuh klitorisku.
“Eehhhhmm… Wa-wangi banget memek Kakak… Sluuurpp…” puji Benny sambil terus menjilat vaginaku yang terawat dengan baik.
“Enak kan Ben? Rasa memeknya Kak Tita emang top banget deh…!!” kata Erwin setuju dengan ucapan Benny.
Benny membuka pahaku lebih lebar sehingga ia semakin leluasa menjilat dan menghisap bagian tubuhku yang paling sensitif itu. Aku semakin larut dalam birahi akibat perlakuan Benny, karena ia tidak hanya memainkan lidahnya saja di liang kenikmatan itu, namun jari-jarinya pun ikut bermain disana. Benny menyentil-nyentilkan lidahnya pada klitorisku dan menyebabkan aku menggelinjang nikmat.
“Bener-bener memek yang mantep!! Pantesan aja kalian berdua doyan banget mainin memeknya Kak Tita…” kata Benny kepada teman-temannya.
Tidak lama dipermainkan seperti itu aku pun merasakan orgasme mulai melanda tubuhku.
“Ehhhmmmmm… Enaaak… Teruuusss Ben… Kakaaak… U-udaaah pengeeeen… Keluaaaaaar… Aaaaaaah…” desahanku semakin tidak karuan.
Vaginaku mulai berdenyut-denyut hingga akhirnya ‘Sssssrrrr…’ keluarlah cairan bening yang hangat dari vaginaku diiringi dengan menegangnya seluruh tubuhku.
“Mmmhhh… Aaaaaaaah… Eeeeengghh… Aaaaaaaaahh…” aku mendesah sejadi-jadinya melepaskan perasaan nikmat yang melandaku.
“Sluuurrpp… Sluurrpp… Gurih banget memeknya Kak Tita… Sluuurrp… Nyaaam…” kata Benny sambil terus menghisap cairan yang sudah membasahi liang kewanitaanku sampai benar-benar bersih.
Saat sedang menikmati permainan Benny pada vaginaku dan disertai hisapan Erwin pada payudaraku, Didit yang sedang kumainkan penisnya tiba-tiba berkata “Kak Tita, sepongin kontol Didit dong! Jangan cuma dipegang-pegang doang…”
Tanpa ragu lagi, aku menuruti saja apa yang diperintahkan oleh Didit. Tanganku mulai menarik penisnya yang sudah mengacung keras mendekati mulutku. Kepala penis milik Didit sekarang sudah terlihat merah kehitaman karena sudah sangat tegang. Aku mengeluarkan lidah dan mulai menyapukannya perlahan ke kepala penis Didit sambil tanganku juga ikut aktif mengocok-ngocoknya.
“Eeeemm… I-yaah… E-enaaak Kak… I-yah teruuuus kayak gitu…” erang Didit sambil tangannya mulai membelai-belai rambutku.
Mataku melirik ke wajah Didit untuk sekedar melihat reaksinya serta menambah sensasi permainanku. Namun ternyata Didit yang tidak mampu untuk memandangku mataku lama-lama.
“Uuuuuh… E-enaaaak bangeeet disepongin Kak Titaaa… Aaahh!” kata Didit sambil sedikit mendesah karena jilatanku.
Mungkin karena sudah tidak tahan, Didit ikut mendorong penisnya hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutku.
“Eeeeemmmmhh…!” desahku tertahan dengan mata membelakak kaget.
Benda itu terasa sangat menyesakkan di mulutku yang mungil, belum lagi aromanya yang tidak sedap itu. Sepertinya bau penis Didit memang tidak sedap seperti penampilan luarnya. Namun aku tetap saja aku terus menggerakkan lidahku dan melakukan hisapan-hisapan kecil pada penisnya.
“Kakak emang doyan ngisep kontol yah? Kak Tita suka kan sama kontol saya… Hehehe…” ejek Didit yang membuatku tersipu malu.
Aku sepertinya sudah mulai sedikit beradaptasi dengan bau penis Didit yang telah bertengger sekitar 5 menitan di mulutku. Mulanya memang Didit yang memaju-mundurkan penisnya di mulutku seperti sedang menyetubuhinya, namun kini aku yang memaju-mundurkan sendiri kepalaku sambil menghisap penisnya.
“Kak Tita jago banget sih nyepongnyaaaa… Ehhhhmm…!” gumam Didit keenakan.
Didit nampak sangat menikmati penisnya dikulum oleh aku. Sekitar 10 menit merasakan hisapanku pada penisnya, ia melepaskan penisnya dari mulutku.
“Jangan dikeluarin dulu ya Kak. Nanti aja biar lebih seru…” kata Didit.
“Masukin penis kalian ke vagina Kakak dong…” karena sudah tidak tahan dirangsang seperti ini akhirnya aku memohon supaya diantar ke puncak kenikmatan oleh mereka.
Benny yang berada paling dekat dengan liang senggamaku langsung mengambil inisiatif, dia menaikkan kedua kakiku ke bahunya seperti gaya di film tadi. Perlahan-lahan Benny mulai memasukkan batang kemaluannya ke liang kewanitaanku yang sudah tidak perawan lagi.
“Oooohh… Ayo Ben puasin kakak!! Ka-kakak udah gak tahan lagi… Aaahh…” teriakku.
“Kakak masih perawan ya? Kok masih sempit banget sih?” tanya Benny.
Selama beberapa waktu aku bersetubuh dengannya sampai akhirnya aku merasakan sudah akan mencapai orgasme untuk kedua kalinya.
“Terus Ben… Aaaaaah… Kakak mau keluaaaaarr…!!” desahanku semakin menjadi ketika gelombang orgasme itu kembali menerpa.
Sambil melepas kulumanku pada batang kemaluan Didit, aku mengerang panjang “Aaaaaaaaaaaaaahhhhhh…”
Tubuhku menegang menekuk ke atas, tanganku meremas kencang rambut Erwin yang sedang menjilati payudaraku, pertanda aku sudah mencapai orgasme. Tubuhku menggelinjang dahsyat merasakan nikmat yang melebihi orgasme sebelumnya. Yang datang kali ini adalah multiorgasme sehingga tubuhku berkelejotan tak terkendali, sungguh luar biasa seperti melayang ke surga saja rasanya.
Saat itu Benny yang belum mencapai klimaks melanjutkan hujaman-hujamannya terhadap liang vaginaku.
Sekitar 5 menit kemudian barulah ia berteriak “Benny udaaah pengeeenn keluaaaar Kak…!!”
Lalu ‘Crooot… Croooot…’ aku dapat merasakan cairan dari penis Benny membanjiri vaginaku.
“Aaaaaahh… Enaaaaaaknya…” lenguh Benny sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma.
Aku benar-benar lelah setelah mencapai orgasme. Sekilas aku melihat Benny beristirahat dan hanya menonton kedua temannya sedang bermain dengan tubuhku. Kali ini Didit memintaku untuk melakukan doggy style, batang penisnya dimasukkan ke dalam vaginaku lewat belakang, sedangkan Erwin yang berada di bawahku sibuk bermain dengan payudaraku. Badanku bergerak maju mundur mengikuti gerakan keduanya.
“Ahhh… Yaaa… Teruuuus lebih dalam lagi… Uuhhh… Uuhhh… Diiiitt…!! Kamu hebat banget! Aahhh!” seluruh ruangan itu dipenuhi suara eranganku.
Sesaat kemudian Didit melepas batang kemaluannya dan berpindah ke depan wajahku. “Kak buka mulutnya! Aku udah mau keluar nih…”
Dan tidak lama kemudian ‘Croot… Croot…’ sperma Didit membasahi mulut mungilku. Aku menelan semua spermanya dan membersihkan yang tertinggal di bibirku. Namun tidak itu saja, dengan cepat aku meraih batang kemaluan Didit yang masih berlepotan itu lalu aku kulum dan menjilatinya sampai bersih dari sisa spermanya.
“Aduh Kak Tita ganas banget sih! Emang rasanya enak ya? Sampe napsu banget kayak gitu?” tanya Didit penasaran.
Tanpa menjawab aku terus mengulum batang kemaluan itu dengan rakusnya seperti binatang yang sedang kehausan. Sementara itu Erwin yang masih berada di bawahku pun meminta giliran untuk dihisap kemaluannya. Hanya bertahan 10 menit, Erwin sudah mencapai klimaks. Dia juga membuang air maninya di dalam mulutku. Setelah selesai, tubuhku terkulai lemas dengan kepalaku di atas penis Erwin. Dengan nafas terengah-engah, Erwin memuji keahlian oral seks-ku. Rupanya dia baru mengalami orgasme hebat.
Benny yang sudah memulihkan tenaga mengatur posisiku dan menyelipkan bantal kursi agar aku dapat menyandarkan kepalanya di karpet.
“Ben, kamu mau bikin posisi apa lagi sekarang?” tanyaku.
Lantas Benny berlutut di tengah badanku dan menggesek-gesekan batang kemaluannya di antara payudaraku itu. Aku kemudian mulai mengocok penisnya di daerah itu. Sementara Erwin yang dari tadi belum sempat merasakan bersetubuh denganku, terlihat sedang menikmati sempitnya liang kewanitaanku. Dia merentangkan kedua paha mulusku dan menancapkan batang kemaluannya dalam-dalam, sementara itu aku juga mengulum batang kemaluan Didit di sampingnya. Dirangsang 3 orang sekaligus seperti itu tentu membuat birahiku bangkit kembali.
Dalam waktu kira-kira 15 menit kemudian akhirnya Benny menyiram wajahku dengan air maninya, ditambah lagi dalam waktu bersamaan Didit pun turut mengeluarkan spermanya di dalam mulutku. Tidak lama berselang setelah itu Erwin ejakulasi di atas payudaraku.
Saat itu tubuhku benar-benar basah kuyup oleh keringat dan sperma, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa dari 3 orang sekaligus. Aku menyeka sperma yang membasahi dada dan wajahku dengan jariku, lalu aku jilati dengan rakus.
Benny tiba-tiba bertanya “Kakak kok seneng banget sih minum peju? Emang rasanya enak ya Kak?” tanya Benny dengan wajah bingung.
“Kira-kira rasanya kayak kamu minum cairan dari vagina Kakak aja…” jawabku menerangkan dengan singkat.
Tubuhku benar-benar lelah setelah bercinta dengan mereka, mungkin karena aku dikerubuti 3 orang sekaligus, ditambah kami bersetubuh hingga berkali-kali. Sambil beristirahat aku sempat menyuruh mereka untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapapun, terutama kepada adikku Dewi. Tidak terasa, waktu saat itu telah menunjukkan pukul 12 siang. Kami pun bersiap-siap mandi, karena sebentar lagi Dewi akan pulang.
Untung saja, karena tidak lama setelah kami semua dalam keadaan bersih sehabis mandi, Dewi pun pulang. Mereka mulai mengerjakan tugas kelompok mereka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku tersenyum-senyum sendiri karena tidak yakin apakah mereka bisa konsentrasi belajar atau tidak setelah mengalami kejadian nikmat bersamaku tadi.
Karena sudah didera kelelahan yang amat sangat, aku pun pamit kepada mereka untuk masuk ke kamar tidur. Sekilas aku dapat melihat wajah mereka yang lelah sekaligus puas, tersenyum penuh arti kepadaku. Dan mungkin setelah selesai mengerjakan tugas kampus ini, mereka akan merencanakan untuk ‘belajar kelompok’ bersama aku lagi.
- TAMAT -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar